NASIB TERCORENG ARANG
berkali-kali kau mengenakan arang di keningku aku selalu menutupinya dengan rambut tetapi angin selalu menyingkapnya dengan kepura-puraan kukatakan alam telah melukiskan nasib menutup diri yang terbuka malunya pada siapa saja, tak terkecuali burung dan batu-batu untuk sekali saja aku telah menekur setelah itu terlalu berat mengangkat wajah karena arang telah menuliskan penyimpangan hidup di keningku: sebuah bangsa kehilangan peradaban kekuasaankah itu sungai-sungai bertuba aku terkesiap penuh muram memetik ketidakmanusiaan di negeri yang mati cinta kasihnya
Padang 1999
KEPADA BUKU HARIAN
aku bertemu laut orang-orang menunggu ombak memakan bencana dalam cinta kubiarkan pantai melebar ke sudut hatiku yang tinggal secuil kulihat perahu berlayar membawa jiwa-jiwa pingsan karena tubuhnya telah menjadi negeri yang tiada cinta
Padang 1999
SUATU HARI
suatu hari sepanjang tubuhmu aku bergerak melihat sebuah kota dengan arakan anak-anak kugeserkan diri, ke sudut mengalihkan mimpi malam yang kelam
Padang 1999
KATA-KATA TERBUANG
lihatlah biji kata-kata yang terbuang ke tanah tumbuh seperti semak-semak di sawah terabai menyesakkan dada, tak bisa diharap ular dan serangga berbisa mungkin telah hidup di sana, seperti manusia menyimpan rasa untuk cinta, dengki, dan kuasa kata-kata telah terbantai makna hatinya lalat hijau telah mengubur dengan dengusan penyair-penyair lahir sebagai nisan menangis berhiba-hati teronggok di depan mulut-mulut busuk berbusa-busa selamat malam kefanaan sang pemulung telah menjual kata-kata pada jiwa yang lapar
Padang 1999
BEBAN HIDUP
betapa engkau telah membual hidupku menjadi sobekan kertas diterbangkan angin jatuh ke bumi sebagai debu kuterima sebagai debu Tuhan musim berganti telah menggumpalkan hidupku menjadi tanah maka, jadilah aku bangunan-bangunan manusia memenuhi bumi dengan segala beban hidup
Padang 1999
SAJAK SESEORANG ENTAH BUAT PENYAIR
benarkah kata-kata itu telah membangunkanmu jadi penyair kalau ya kutahankan perih luka untuk puisi esok lusa kita tak mungkin terus menggali nasib penggali; selalu di atas ketidaksuan hakikat hidupnya sendiri apalagi di luar diri jadilah tergali hidup penuh kerahasiaan dari cacing hingga permata tapi tidak penuh luka tercangkul karena satu makna: makan hati sendiri kau akan tersenyum bila darah dari aorta puisimu menjadi sungai tempat semua makhluk Tuhan mandi membuang daki sehari-hari selaku manusia kukatakan hidup sehari saja adalah puisi apalagi bertahun-tahun
Padang 1999
PERASAAN BERKERIKIL
sepanjang jalan aku katakan kau telah memasung kerikil dalam sepatuku pincang arahku simpang kecil mengimbau-imbauku singgahlah! singgahlah!
aku melihat rumah yang gelap ketakutan telah menjadi saudara senasib bila menggigil, lalat-lalat menghinggapi peluh dinginku alangkah darah telah terbang kepada angin-angin jelmaan lintah kehidupan yang pongah mari tidur, marilah tidur sebuah kamar berjaring laba-laba telah menggorengkan mimpi buruk aku tidur kekasih, betapa kau tak mencintaiku siapa tahu
aku melihat rumah yang gelap ketakutan telah menjadi saudara senasib bila menggigil, lalat-lalat menghinggapi peluh dinginku alangkah darah telah terbang kepada angin-angin jelmaan lintah kehidupan yang pongah mari tidur, marilah tidur sebuah kamar berjaring laba-laba telah menggorengkan mimpi buruk aku tidur kekasih, betapa kau tak mencintaiku siapa tahu
Padang 1999
RASA KETIADAAN
aku berjalan di lorong ibu yang kelam melihat surga yang tergantung di kaki cahaya aku tertimbun di mata hati kekasihku yang tidur menyeruak dua kaki ibu teramputasi oleh waktu yang miskin aku tak mengerti antara ibu dan kekasih keduanya membuat aku sendiri menangis aku semakin mati saja!
Padang 1999
KEJADIAN DARI LEPAS AKAL SEHAT
aku telah membelah diriku sendiri menjadi angin, air, dan api masa lalu sebagai dedebuan belahan diriku saling memakan aku terbuang dalam genangan kekalahan pernahkah kaupikirkan dagingku berpisah dengan tulang berebut kekuasaan atas secabik nyawaku aku tertawa sendiri lepas dari akal sehat
Padang 1999
0 komentar:
Post a Comment